Sip, perkenalkan, nama saya Rifki,
boleh juga di panggil Deksan. Terserahlah mau manggil apa, asal jangan A**ing
atau sebangsanya. Menghadapi seluruh hidup dengan rambut tipis setengah senti,
sekarang lagi belajar disebuah sekolah nan sepi di atas air terjun. Sekolahnya
lumayan gede plus ada asramanya. Menjalani rutinitas sehari-hari tak lebih dari
kompleks asrama. Mungkin bagi beberapa orang nyebut tempat ini pesantren, tapi
bagi orang yang udah mulai modern dan males dianggap kampungan, bakal nyebut
ini sekolah ‘Boarding School ‘. Apa bedanya Boarding School sama Pesantren?
Saya juga ga tau, bisa sekolah juga udah alhamdulillah.
Sekolah yang saya tempati baru
berdiri setahun. Masih baru, seumur jangung. Lumayan bagus dengan rencana
fasilitas diatas rata-rata. Masih sebagai rencana sih, tapi lumayanlah, bisa
sekolah. Bagi sebagian orang mungkin masuk sekolah ini adalah suat prestise,
suatu kemewahan, bagi saya sekolah ini
hanyalah sebuah sekolah yang masih harus banyak belajar. Saya sekolah disini
sebagai angkatan pertama (karena sekolahnya baru berdiri setahun). Di tahun
kedua ini (berarti udah 2 tahun ya) telah ada 2 komplek berbeda, satu buat
tholib dan satu buat tholibah (Disini
santri/siswa disebut Tholib, dan santriwati/siswi dipanggil Tholibah).
Jika masuk ke kompleks tholib, di
depan gerbang ada 2 gedung sekolah yang saling berhadapan. Kedua gedung ini
dibatasi oleh lapangan basket dan lapangan voli
yang diantara kedua lapangan itu ada air mancur mini. Gedung yang satu
ada di sebelah barat, dan yang satu disebelah timur. Dibelakang gedung timur,
terdapat taman dan 6 buah asrama.
Tamannya di sebelah utara dan asrama-asramanya disebelah selatan. Ditaman ada 2
buah saung, gudang, dan gerbang yang berada di sebelah utara taman yang mengahadap
ke lembah bougenville. Jika dilihat dari jendela toilet gedung timur, berjajar 4 asrama. Asrama 1 dan 2 yang saling
berhadapan dan asrama 3 dan 4 yang saling berhadapan juga. lebih kebelakang, ada 2 asrama (asrama 5 dan
6) yang berada disebelah resto. Resto adalah panggilan kami untuk tempat makan
sehari-hari. Dikomplek thlib ada 4 gerbang. Satu ditaman, satu belakan resto,
satu dibelakang asrama 3&4, dan satu lagi gerbang utama, yang berada
disebelah gedung timur dan barat.
Untuk masjid dan tempat parkirnya,
tepat berada disebelah utara kompleks tholib, yang jika berjalan lebih jauh
keutara, akan nyampe ketempat outbond. Biasanya latihan pramuka di lapangan
parkir sebelah masjid, biar lebih enak kalau mau ke outbond. Outbondnya lumayan luas, kalu mau tahu seperti
apa tempatnya, silahkan datang. Gratis insyaallah.
Nah, komplek tolibahnya berada di
sebelah barat kompleks tholib. Cuman ada satu gerbang utama yang didalamnya
Cuma ada 1 gedug sekolah dan 4 gedung asrama yang berjajar. Makanya kalau mau
praktik, baik seni, olah raga, ataupun pelajaran eksak, mereka ke komplek
tholib.
Disini
Guru-guru dipanggil ustad-ustadzah , yang tinggal dirumah-rumah sekitar
komplek pesantren. Ada juga yang tinggal di asrama. Ada yang gabung ke asrama
anak-anak atau menempati asrama khusus untuk guru (asrama 4) . untuk karyawan,
biasanya direkrut dari orang-orangs ekitar. Untuk yang dari tempat jauh,
semisal dari lembang, biasanya tinggal dibelakan resto (ada kamar-kamarnya)
Ditahun pertama kami (Thalib dan Thalibah)
tinggal dalam satu komplek pesantren. Lumayan deketlah, antar asrama hanya
dihalangin jalan doang. Menurut saya sih tholibahnya sedikit dibawah rata-rata,
mukanya jelek (ga semua sih) dan kadang
terlalu ‘welcome’ ke tholib. Walau
rata-rata tholibahnya seperti itu, jangan
berani (walau sekali)ngobrol bareng, apalagi sampai nyelonong masuk ke asrama
Thalibah, karena kamera cctv udah nongkrong dimana-mana. Sekali kena, walau lirik—lirikan juga bahaya. Ustad udah nunggu sambil
melototin. Walau begitu, tetap saja banyak yang masih lirik-lirikaan, ngobrol
tanpa hijab juga masih ada, surat-suratan jalan terus, bahkan pacaran itu
katanya ga apa-apa. Tapi karena yang ‘ga apa-apa’ itu, lahir banyak masalah
besar . Ustad teriak-teriak dimimbar masjid, dikumpulin di lapangan sambil
dibacain ‘Surat Cinta’ yang Cuma bikin mual, sampai dipanggil keruang BINSAN
(semacam pengurus kepesantrenan). Tapi demi cinta yang makin lama makin ga
jelas, masih ada para pejuang yang memperjuangkan sesuatu yang udah ‘ jelas ga
jelasnya’ dibawah bayang-bayang tinta merah dan blacklist ustad.
Saat saya masih kelas tujuh
(sekarang kelas delapan), karena saya percaya bahwa pesantren adalah tempat
yang benar-benar suci, saya termasuk
orang yang lumayan anti tolibah. Bukan
karena saya homo. Bukan, gini-gini saya normal, tapi saya kurang suka tholibah
karena akhlaknya lebih mirip cewek biasa (sekali lagi rata-rata) dibanding
muslimah. Simpel kan? Karena dalam benak saya, yang namanya perempuan itu (walau
tomboy) menjaga hijab dengan laki-laki dengan amat sangat, bukan malah
mampang-mampang depan tholib sambil teriak-teriak ga jelas (sekali lagi gak
semua). Mudah-mudahan di tahun kedua ini tholibah-tholibah yang sekarang udah
punya komplek asrama dan sekolah sendiri
insyaf dan makin memperlihatkan keperempuanannya, apalagi sekarang sudah
ada keputrian/tata boga. Sukses untuk
ukhti semua!
Dan yang terakhir, saya ingin membahas tentang
masalah yang suda lama menggantung di kepala saya. Melihat orang tua dan anak
yang sering kali bertikai karena si anak dipaksa masuk pesantren, saya jadi
sering bingung sendiri. Ini keluarga bukan ya? Sekolah dimanapun, baik pesantren, swasta,
atau negri punya kelebihan dan kekurangan masing-masing . Karena memang pada
dasarnya buatan manusia tidak ada yang sempurna. Begitu pula pesantren. Ada
juga bolong-bolongnya. Karena itu saya kurang suka melihat orang tua yang
begitu memaksa anaknya untuk masuk pesantren, hanya karena menganggap pesantren
itu suci,( hal ini saya akan bahas di artikel selanjutnya, insyaallah) dan juga
anak-anak yang tetap keras kepala menganggap pesantren itu hanya tempat kuno
bacotan para kiai.
Sebaiknya sih kalau milih sekolah ibu atau bapaknya
mendiskusikan secara baik-baik dengan si anak, dan si anak juga menghargai dan
menerima akan pendapat orang tua yang sudah lebih lama hidup di
dunia. Jangan ada yang masa bodoh, seolah saling menghormati, padahal dongkol
dihati, karena sekolah adalah hal fital yang akan mempengaruhi kehidupan si anak
kelak. Jangan sampai masa depan sianak ludes gara – gara ini masalah.
Contohnya, ada dukun yang lulusan sebuah pesantren, padahal udah nyantren cukup
lama. Bukan salah sekolahnya mendidik, tapi pribadi si anak yang memang ga
sesuai dengan kultur, yang berakhir dengan pemberontakan. Setiap sekolah, baik
pesantren, swasta, ataupun negri memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing.
------------------------------------------
Apapun hasil keputusan nanti,
mintalah pada allah yang terbaik. Karena Dialah yang menciptakan kita, dan
mengetahui seluk-beluk kebutuhan kita. Berusahalah dulu mencari sekolah yang
terbaik, mau melalui musyawarah ataupun survey ke sekolah yang akan dituju.
Setelah itu bertawakallah. Insyaallah dapat sekolah yang terbaik.